Senin, 28 September 2015


Diterjemahkan dari artikel yang ditulis Dr. Laurence Brown dari leveltruth.com

Para pendeta Kristen secara terbuka mengakui bahwa Yesus tidak pernah menyebut dirinya sebagai "anak Allah," melainkan orang lain yang menyebutnya begitu. Mari kita telaah pembahasannya lebih lanjut.

Ketika kita menyelidiki manuskrip-manuskrip dari Perjanjian Baru, kita menemukan bahwa sebutan "anak Allah" pada Yesus berasal dari kesalahan terjemahan pada dua kata Yunani--pais dan huios, yang keduanya diterjemahkan sebagai "anak." Namun, terjemahan ini tidak jujur. Kata Yunani pais yang berasal dari kata Ibrani ebed, menyandang makna utama yang berarti hamba. Oleh karena itu, terjemahan utama pais theou adalah "hamba Allah," dimana "anak" atau "anak Allah" merupakan kata kiasan. Menurut Theological Dictionary of the New Testament, "kata Ibrani asalnya dari pais pada kata pais theou, yaitu, ebed, menekankan hubungan pribadi dan menekankan �penghambaan.'" [1] Hal ini menjadi semakin menarik karena sangat sesuai dengan nubuat dalam Yesaya 42: 1, yang ditegaskan dalam Matius 12:18: "Lihatlah, itu Hamba-Ku(dari kata Yunani pais) yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan..." Baik ketika kita membaca Bibel versi King James, versi New King James, versi New Revised Standard, atau versi New International, kata tersebut dibaca �hamba "dalam semua versi. Mengingat bahwa tujuan dari wahyu adalah untuk membuat kebenaran Tuhan semakin jelas, seseorang mungkin berpikir bahwa ayat ini merupakan flek hitam di wajah doktrin tentang Anak Allah. Kesimpulannya adalah, Tuhan tidak pernah berfirman �Anakku yang tunggal.� Dia tidak pernah berfirman seperti itu! Karenanya, doktrin tentang �anak Allah� ini tidak memiliki bukti dalam Bibel berdasarkan kata-kata dari Yesus dan Tuhan. Ini artinya bahwa Yesus tidak lebih dari hamba Tuhan sebagaimana dijelaskan oleh ayat ini.

Berkenaan dengan penggunaan kata ebed, "Kata ini berfungsi untuk mengekspresikan kerendahan hati yang digunakan oleh orang-orang yang shaleh dan menaati Tuhan." [2] Lebih jauh, "Setelah tahun 100 SM, pais theou lebih sering berarti "hamba Allah," seperti ketika merujuk kepada Musa, para nabi, atau tiga anak (Hakim-Hakim 1:20) "[3] Kata ini juga digunakan pada: "Dari delapan kasus yang menggunakan kata ini, salah satunya mengacu kepada Israel (Lukas 1:54), dua kepada Daud (Lukas 1:69; Kisah Para Rasul 4:25), dan lima lainnya kepada Yesus (Matius 12:18; Kisah Para Rasul 3:13, 3:26; 4:27, 4:30) .... Dalam beberapa kasus di mana Yesus disebut sebagai pais theou jelas disini bahwa maksudnya adalah hamba Tuhan. "[4] Jadi bukan hanya Yesus yang disebut dengan istilah ini, di mana istilah ini berasal dari masa-masa awal. "Lebih jauh, penerjemahannya, tidak boleh pilih kasih, harus diterjemahkan sama kepada semua individu yang disebut dengan kata ini. Namun, tidak seperti itu kasusnya. Kata pais diterjemahkan sebagai "hamba" ketika merujuk pada Daud (Kisah Para Rasul 4:25 dan Lukas 1:69) dan Israel (Lukas 1:54), namun diterjemahkan sebagai "Anak" atau "anak suci" dalam Webster Bible dan King James Bible ketika Yesus yang disebut dengan kata ini (Kisah Para Rasul 3:13; 3:26; 4:27; 4:30). Perlakuan istimewa kepada Yesus ini menunjukkan adanya ketidakjujuran dari para penerjemah.


Terakhir, ini sesuatu yang sangat menarik dan merupakan fakta penting: �Dengan demikian, kata Yunani pais tou theou, �hamba Allah' memiliki konotasi yang sama dengan nama Muslim Abdallah (hamba Allah). [5]

Kesamaan ini semakin mengejutkan, karena Al-Qur�an berfirman bahwa Yesus telah menyebut dirinya dengan kata �Abdallah� ini (abdadalah bahasa Arab yang berarti hamba, Abd-Allah [juga dieja "Abdullah"] berarti hamba Allah). Menurut kisah dalam Qur�an, ketika Maria kembali kepada keluarganya membawa Yesus yang baru saja lahir, mereka menuduh Maria sebagai pezina. Berbicara sejak masih bayi adalah mukjizat yang dimiliki Yesus, dimana Yesus yang masih bayi membela ibunya yang shaleh dengan berkata, "Inni Abdullah..." yang berarti, "Aku sesungguhnya adalah hamba Allah..." (QS 19:30)

Terjemahan dari kata huios dari manuskrip Perjanjian Baru menjadi "anak" (dalam arti harfiah) juga merupakan kesalahan. Pada halaman 1.210 dari Theological Dictionary of the New Testament yang ditulis Kittel dan Friedrich, makna dari kata huios terus mengalami perubahan dari secara harfiah (Yesus anak Maria), menjadi sedikit metaforis (orang-orang beriman disebut sebagai anak-anak raja [Matius 17: 25-26]), menjadi kata metaforis yang sopan (orang pilihan Allah disebut sebagai anak Abraham [Lukas 19: 9]), menjadi bahasa metaforis sehari-hari (orang-orang beriman disebut sebagai anak-anak Allah [Matius 7: 9 dan Ibrani 12: 5]), menjadi kata metafora yang bersifat ruhani (murid-murid disebut sebagai anak-anak Farisi [Matius 12:27, Kisah Para Rasul 23: 6]), menjadi kata metaforis yang menunjukkan hubungan biologis (seperti dalam Yohanes 19:26, di mana Yesus berkata kepada ibunya), menjadi sangat metaforis yaitu "anak-anak kerajaan", (Matius 8:12). "anak-anak kedamaian"(Lukas 10:6)," anak-anak cahaya"(Lukas 16: 8), dan berbagai hal mulai dari "anak-anak dunia ini"(Lukas 16: 8) menjadi "anak-anak guruh" (Markus 3:17). Apabila kata ini bisa berseru, mungkin kata huios (anak) yang seringkali disalahpahami ini akan berseru: AKU HANYA KATA METAFORA / KIASAN! Atau, seperti yang dikatakan Stanton, "Kebanyakan sarjana Kristen sepakat bahwa bahasa Aram atau Ibrani dari kata 'anak' berarti 'hamba." Jadi sebagaimana Roh turun ketika Yesus dibaptis, Yesus mendengar suara dari langit dalam Yesaya 42: 1: "Lihatlah, itu hamba-Ku ... orang pilihan-Ku ... Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya." Jadi meskipun Markus 1:11 dan 9: 7 menegaskan bahwa Yesus dipilih oleh Tuhan untuk menjalankan tugasnya sebagai messiah, penekanannya ada pada peran Yesus sebagai hamba yang diurapi, bukan sebagai Anak Allah." [6]

Analisis Terhadap Ayat Yohanes 3: 16 
YouTube Channel Lampu Islam: YouTube.com/c/LampuIslam
Page Facebook Lampu Islam: facebook.com/LampuIslam

Catatan Kaki:

[1] Kittel, Gerhard and Gerhard Friedrich (editors). 1985. Theological Dictionary of the New Testament. Diterjemahkan oleh Geoffrey W. Bromiley. William B. Eerdmans Publishing Co., Paternoster Press Ltd. p. 763.

[2] Ibid. p. 763.

[3] Ibid. p. 765.

[4] Ibid. p. 767.

[5] Carmichael, Joel, M.A. 1962. The Death of Jesus. New York: The Macmillan Company. pp. 255-6.

[6] Stanton, Graham N. 1989. The Gospels and Jesus. Oxford University Press. p. 225.

0 komentar:

Posting Komentar